Jumat, 04 Oktober 2013

Review: Mesakke Bangsaku



Entah kenapa, hampir setiap kali komunitas Stand Up Indo Medan akan menggelar sebuah special, cuaca selalu hujan. Saya melewatkan kesempatan menonton special dari Ryan (Take A Closer Look) dan Pandji (Merdeka Dalam Bercanda) karena faktor tersebut. Yah, sebenarnya tidak bisa dibenarkan jadi alasan juga sih. Makanya, ketika kesempatan untuk menonton special Pandji yang kali ini bertajuk Mesakku Bangsaku, saya sudah bersiap untuk menghadapi situasi dimana hujan turun di hari H.

Sesuai dugaan, malam itu angin berhembus cukup kencang, pertanda akan turun hujan jelas terlihat. Karena tidak ingin mengulangi kejadian yang sama, saya pin memilih untuk bergegas dan berangkat ke venue lebih cepat. Syukur, gerimis hujan baru turun saat saya sudah tiba di venue. :D

Karena tiba cukup awal, saya terpaksa menunggu karena jadwal open gate masih cukup lama. Yaudalah, kesempatan menunggu tersebut saya manfaatkan untuk bertegur sapa dengan kawan-kawan yang juga sudah hadir di venue. Saya juga sempat mengobrol dengan tim dari manajemen Pandji yang bertugas menjaga lapak merchandise. Dari obrolan tersebut saya juga tahu kalau dalam rangkaian tur-nya, Pandji selalu membawa tim, baik itu crew dan manajemen, dengan maksimal berjumlah 4-5 orang. Gara-gara itu saya jadi memperhatikan kinerja mereka, satu orang menjaga lapak merchandise, satu orang mengambil foto untuk dokumentasi, dan sisanya sebagai manajer, masing-masing mengerjakan tugasnya sendiri, tidak ada yang menumpuk, tim yang efektif.

Oke, akhirnya jadwal open gate sudah tiba, para penonton yang sudah hadir kini mengikuti instruksi dari panitia untuk membentuk antrian.




















Raz plaza yang dipilih sebagai venue kali ini memiliki kapasitas yang cukup besar, kalau tidak salah, malam itu pantitia menyediakan sekitar 600 kursi, meski akhirnya hanya terisi setengahnya, kurang lebih 270 orang yang membeli tiket, namun, antusias penonton yang riuh seakan-akan membuat ruangan terasa penuh.

Saya mengambil posisi duduk di belakang, rasanya malas aja sih duduk di depan. Tapi, keputusan saya ternyata tepat, penonton yang duduk di depan habis jadi korban riffing Pandji. Ganas! Belum pernah saya melihat comic melakukan riffing seganas itu, saya yakin pengalaman menjadi korban riffing Pandji tidak akan terlupakan bagi si korban.

Oke, malam itu Rachmadi didaulat menjadi MC, sambil menunggu comic pertama naik ke panggung, Rachmadi beberapa kali melemparkan jokes. Tanpa harus menunggu lama, akhirnya Gita naik ke atas panggung. Sudah lama juga saya tidak menyaksikan penampilan comic wanita satu-satunya di Medan ini.

Malam itu, Gita sukses menuai tawa dari penonton, meskipun hampir semua bit-nya sudah pernah saya dengar, namun penampilan Gita tetap saja menghibur. Meskipun saya sudah tahu punchline-nya seperti apa, tetap saja saya terpingkal-pingkal menyaksikan act out Gita yang memang cukup gila. Saya melihat Gita semakin rapi dalam menyusun set-nya, bit yang dilemparkannya juga lebih padat, jarak antara set up dan punchline tidak lagi melebar kesana kemari seperti sebelumnya. 


















Bene, pemuda asli Tebing Tinggi yang sedang merantau di Jogja tampil sebagai comic berikutnya. Penampilan Bene malam itu benar-benar di luar espektasi saya. Malam itu Bene sukses membuat saya terpingkal-pingkal, penampilan Bene malam itu sangat prima, dan solid, tidak terlihat rasa gugup sedikitpun meski saya lihat rombongan keluarga Bene datang untuk menyaksikannya. Terbukti dari beberapa bit-nya yang menjadikan keluarganya sebagai bahan.

Secara teknis, Bene juga cukup komplit, mulai dari set up - punchline yang sederhana, rule of three, hingga callback, semua disajikan sesuai dengan porsi, mungkin hanya act out yang kurang mendapat porsi di dalam bit-bit yang disampaikan Bene malam itu. 

Bit kesukaan saya dari set Bene malam itu adalah "Ketimpangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa", bit tersebut dimulai dengan sajian data/statistik tentang persentasi jumlah pergerakan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa, nah, sebagai punchline, Bene mengambil mati listrik sebagai ilustrasi yang menggambarkan ketimpangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa, kebetulan saat ini di Medan sedang heboh pemadaman listrik bergilir. Secara jeli, Bene mampu mengemas bit yang dimulai dengan set up yang lumayan berat dan punchline yang sederhana dan dekat dengan penonton.



















Oke, comic berikutnya adalah artis multitalenta yang sering narsis dan menganggap dirinya Chaning Tatum akhirnya naik ke panggung, siapa lagi kalau bukan Pandji Pragiwaksono.

Entah karena ini kali pertama saya menyaksikan special dari Pandji, tapi yang jelas malam itu saya benar-benar lelah untuk tertawa! Serius, saya sampai harus menahan rasa haus karena tenggorokan rasanya kering karena terus-menerus tertawa selama 1 jam lebih. Well, walaupun Pandji juga sempat dragging, tapi dia paham betul ketika mulai terasa dragging, maka saatnya untuk meriffing penonton.

Dan seperti yang sudah saya tulis di atas, riffing level yang dilakukan Pandji benar-benar ganas, jangan sampai lah kalian menjadi korban riffing-nya.

Bagaimana dengan bit yang dilemparkan Pandji di dalam special Mesakku Bangsaku malam itu?
Luar biasa. Sesuai dengan tajuk Mesakku Bangsaku yang berarti Kasihannya Bangsaku, Pandji mengajak kita untuk lebih peka terhadap hak-hak minoritas, mulai dari kalangan difabel, gay, yang selama ini luput dari perhatian kita. Tema sosial-kritis yang mengingatkan saya dengan George Carlin, dimana penonton diberi suatu kesadaran terhadap satu isu tertentu, namun tidak dipaksa untuk harus setuju dengan pendapat orang tersebut.

Ada juga bit yang cukup ringan, seperti "Bagaimana Cara Memikat Wanita", "Gamila", "Dipo", "Ngorok", "Toak Mesjid" dan sebagainya. Tentu saja bit demi bit yang dilemparkan Pandji malam itu selalu diakhiri dengan punchline yang brilian. Salah satu yang paling saya suka adalah teknik impersonation yang dimiliki oleh Pandji, mirip kali dan lucu kali lah!

Cara Pandji mengatur set-nya agar bisa dinikmati selama 1 jam lebih juga cukup menarik, saya sendiri merasakan pergerakan grafik tawa saya dari awal yang biasa saja, kemudian naik, naik, dan terus naik, hingga sampai di klimaks, dan akhirnya secara perlahan menurun.
Sama seperti comic kesukaan saya, Louis CK, malam itu Pandji mengakhiri set-nya dengan bit tentang anaknya, Dipo.




















Sayang, malam yang penuh tawa tadi sedikit ternodai ketika saya membaca berita kekalahan Manchester United di kandang sendiri, rasanya tajuk Mesakke Bangsaku cocok juga disandingkan dengan tim favorit saya menjadi Mesakke Manchester Unitedku.

Terakhir, terimakasih untuk smartfren dan komunitas Stand Up Indo 061 Medan yang sudah menyelengarakan event ini. Viva la komtung!

Credit Photo by: @siLoLox

Selasa, 03 September 2013

Senang Bersama Naif

Semalam saya baru menyelesaikan puasa 6 hari di bulan Syawal, alhamdulillah. Mama saya berceletuk, "Malam ini mau ngerayain hari raya dimana?". Hmm, iya juga yah, meskipun bersifat personal, tapi hal ini patut untuk dirayakan, haha..

Singkat cerita, setelah browsing, akhirnya saya tertarik untuk datang ke satu event, yaitu Auto Black Through 2013 (ABT 2013).
Menurut hasil yang saya telusuri, event ini akan menampilkan Naif sebagai bintang tamu. Kebetulan, karena terakhir kali Naif datang ke Medan, saya tidak bisa hadir, jadi mumpung ada kesempatan, yaudah, berangkat. Lagian, dari segi harga tiket dan venue, rasanya sayang kalau saya melewatkan gig Naif kali ini, karena jelas jauh lebih baik dari yang terakhir kali mereka kesini.

Okelah, sesampainya di venue ternyata Naif belum main, biasalah ngaret. Ya syukur juga sih, jadi saya bisa berkeliling sebentar, melihat-lihat pameran mobil yang sudah dimodifikasi sedemikian canggih beserta para spg yang sensual.

Setelah sesi sexy dancer berakhir, MC meneriakkan nama Naif, saya (yang masih tertegun dan sibuk menelan ludah selama sesi sexy dancer tadi) pun segera merapat ke depan panggung.

David jadi personil Naif terakhir yang naik ke panggung, saya perhatikan betul mulai dari jambul di rambutnya, kacamata hitamnya, jaket denimnya, skinny jeansnya, sepatu bootsnya, hingga aksesori yg dipakainya baik itu kalung ataupun gelang. Memang keren sekali penampilan David ini, sangat kontras dibanding personil yang lain, yang sudah terlihat om-om. :p

Penampilan Naif malam itu bagi saya sangat luar biasa, saya yang selama ini sudah sangat jarang mendengarkan Naif mendadak jadi fans mereka kembali. Memang, musik yang paling enak itu adalah musik yang bisa mengajak kita untuk sing-along, lompat-lompat, ataupun mewek, dan Naif adalah paket yang komplit. Gila, efek yang saya dapatkan setelah menonton Naif benar-benar dahsyat, sudah lama saya tidak merasakan music orgasm sedahsyat ini.

Saya sangat puas dengan keseluruhan penampilan Naif malam itu, dari segi songlist, Naif benar-benar memberi kebebasan kepada penonton, tinggal sebut saja mau mainin lagu apa, kalau cocok sama David, lagunya pasti langsung dibawain. Kebanyakan lagu yang dibawain tergolong greatest hits lah, "Mobil Balap", "Air dan Api", "Aku Rela", "Jikalau", "Posesif", "Dia Adalah..", hingga lagu yang tergolong baru (saya termasuk fans lama dan hanya mengikuti Naif sampai album Titik Cerah, haha, jadi kurang begitu hafal dengan lagu yang baru), seperti "Televisi", "Benci Untuk Mencinta", "Cuek", dan sebagainya.

Meskipun  terlihat begitu bebas berimproviasi, saya melihat Naif sudah memiliki konsep penampilan yang kurang lebih seperti ini:

Fase pertama: David menyanyi sambil bermain gitar.
Sekilas mirip Sir Dandy yah. :p



















Fase kedua: David mulai melepas gitarnya, aksinya semakin heboh, interaksinya kepada penonton juga semakin intens.
Penonton yang awalnya jaim, dipaksa untuk ikut sing-along sama David. :))



















Fase ketiga: David melepas jacketnya, and show off his great showmanship.
Semua senang!



















Selain itu, penampilan Naif juga didukung oleh fasilitas pendukung/teknis yang mumpuni, baik itu tata suara, tata visual, backdrop, tata panggung yang tidak berjarak dengan penonton (di satu lagu, David sampai turun ke panggung dan jadi rebutan penonton yang berusaha untuk memeluknya), dan berbagai gimmick lain berjalan dengan lancar.

Saya rasa, orang yang sedang berada dalam titik paling depresif pun akan merasakan hal yang sama dengan yang saya rasakan setelah menonton Naif pada malam itu, senang sekali lah pokoknya. :D




Rabu, 30 Januari 2013

Sebatas Tips Untuk Jamaah Laneway-iah

1. Ticket

Untuk tahun ini, pihak Laneway menawarkan harga tiket yang tidak jauh berbeda dari tahun lalu, namun mereka memiliki beberapa pilihan, mulai dari harga pre-sale, regular, dan on the spot.
Nah, saya sendiri memilih untuk membeli tiket pre-sale untuk kategori bundle. Terima kasih kepada twitter yang membantu saya untuk nebeng dengan rombongan mbak Peggy, Lusi, dan Bunga. Kategori bundle ini mengharuskan kita untuk membeli tiket berjumlah empat, nah kebetulan karena mereka sedang mencari orang untuk memenuhi kuota, saya menawarkan diri untuk menjadi orang keempat.
Alhamdulillah, meskipun awalnya sempat khawatir akhirnya di hari - H semua berjalan lancar. Sekalian nambah teman juga sih akhirnya, hehe..

2. Venue
 
Berbeda dari tahun lalu, kali ini Laneway digelar di The Meadow Garden Marina Bay Sands. Karena berada di Singapura, maka persiapkanlah diri kalian dengan berbagai informasi yang kalian butuhkan. Saya sendiri cukup intens mempelajari sistem peta MRT, moda transportasi yang selalu saya gunakan selama tinggal di Singapura.

3. Schedule

Untuk urusan jadwal, saya bisa jamin kalau Laneway sangat tepat waktu. Karena itu, kalian harus jeli memanfaatkan waktu, kapan harus istirahat, makan dan minum, serta ngetem di depan panggung untuk menyaksikan artis yang kalian suka. 

4. Money

Jangan kaget kalau di dalam venue kalian akan menemui harga minuman 5 dolar (harga standar 1 - 2 dolar), makanan 10 dolar (harga standar 5 - 7 dolar), dan harga untuk merchandise 40 dolar. Yah, kalau kalian banyak duit sih gak masalah, tapi kalau minim seperti saya, yah harus kuat menjaga agar tidak terlalu boros menghabiskan duit. Saya sendiri mematok angka 20 dolar sebagai batas uang yang akan saya gunakan.

5. Bags

Beruntung, kali ini saya berhasil menyelundupkan sebungkus roti dan termos air yang saya bungkus dengan handuk agar tidak terlihat saat pemeriksaan tas di depan gerbang masuk, lumayan bisa menghemat pengeluaran. Oh ya, perlu saya ingatkan untuk membawa dan menggunakan sunblock, pakaian yang nyaman di cuaca panas, jaket/sweater untuk malam hari, tikar, serta jas hujan sebagai jaga-jaga apabila hujan (kemarin saya tidak membawa semua benda ini dan rasanya sangat menyesal).


 Oke, kayaknya cukup itu aja tips dari saya, kalau ada yang mau nambahin silahkan. :D


 

Minggu, 30 Desember 2012

Favourite Live Act of 2012

Daftar ini pasti akan terlihat curang, soalnya sebagian besar yang ada di daftar ini saya pilih hanya berdasarkan pengalaman saya menonton dua festival musik, yaitu: Laneway Festival, dan Urbanscape Festival, hehe, serta beberapa gig lokal yang cukup berkesan bagi saya. Yah, tentu saja sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah konser yang diselenggarakan sepanjang tahun ini. Apalagi untuk kalian yang tinggal di Jakarta, atau bekerja untuk media sehingga sering mendapat kesempatan meliput berbagai konser ataupun festival musik yang cuma membuat saya meratap penuh iri.

Oke, meski dengan kondisi yang terbatas, tapi karena sudah diniatkan, maka inilah dia daftar Favourite Live Act of 2012 versi saya:


10. Yuck (Laneway Festival)

Cuaca masih terik, Cults, yang dipilih untuk membuka festival tampil cukup menghibur, lantunan indie pop yang manis serta vokalis wanita yang berdansa centil mampu membuat para penonton untuk merapat ke panggung dan melontarkan senyum. Tapi, bukan itu yang saya harapkan, adalah Yuck yang saya tunggu, mereka akan tampil setelah Cults, karena jarak panggung yang berdekatan, jadinya saya menunggu sambil menikmati penampilan dari Cults, sampai akhirnya Yuck naik ke panggung.

Saya tidak ingat persis apa lagu pembuka yang mereka bawa, antara Get Away, atau The Wall. Ah, hari itu saya hanya menunggu satu lagu untuk dimainkan, yaitu Shook Down, lagu yang membuat saya jatuh hati dan menarik kesimpulan bahwa Yuck ini adalah hibrida antara Teenage Fanclub dan Dinosaur Jr.

Saya langsung histeris saat petikan gitar pertanda lagu yang saya tunggu akhirnya dimainkan. Bagi yang tahu lagu ini pasti mengerti bagaimana emosionalnya lagu ini, berawal dari tempo yang pelan hingga perlahan menanjak di penghujung lagu dan diakhiri dengan distorsi dan lead gitar yang menyayat hati. "You could be my destiny, you could mean that much to me", menusuk bung!

Yuck memainkan hampir semua lagu yang terdapat di dalam debut album mereka, dan menutup penampilan mereka dengan kebisingan yang dihasilkan dari feedback gitar yang meraung-raung. Epic!

 9. Noizetortion: Fingerprint Release Party

Ada rasa bangga yang turut saya rasakan ketika hadir di gig ini. Pertama, acaranya sukses menghadirkan massa yang begitu banyak. Kedua, gig ini jadi bukti bahwa band lokal Medan bisa kok tampil di panggung besar, dengan soundsystem dan lighting yang prima, dan membuat penonton turut larut dalam setlist yang mereka mainkan.

Adalah KISS FM yang memiliki inisiatif untuk menyelenggarakan gig ini. Bagi saya, KISS FM adalah radio terbaik di Medan, selain koleksi lagu dan program acara mereka yang keren, perhatian yang mereka curahkan terhadap scene lokal benar-benar terpuji. Noizetortion ini adalah program acara yang didedikasikan untuk band-band Medan untuk tampil secara on-air di dalam studio KISS FM, mirip dengan konsep Riot On Air, bedanya mungkin ada di jangkauan genre yang lebih spesifik.

Nah, entah bagaimana ceritanya sampai akhirnya pihak KISS FM memutuskan untuk menghadirkan Noizetortion yang selama ini hanya bisa dinikmati di udara, diwujudkan dalam bentuk panggung.

Fingerprint band hardcore/metal yang sudah malang melintang di dalam scene, kebetulan baru merilis debut album mereka. Disinilan koeksis terwujud, pihak media butuh konten untuk acara, pihak band butuh bantuan dibuatin acara, maka jadilah dia.

Saya sudah lama tidak datang ke gig hardcore/metal, makanya begitu saya masuk dan mendengar distorsi yang menggelegar, adrenalin saya langsung naik. Detil produksi untuk gig ini benar-benar memuaskan, soundsystem nya menggelegar, panggung kokoh, tata cahaya juga mendukung, ditambah lagi dengan antusiasme massa yang hadir. Singkat kata, malam itu Noizetortion sukses.


8. The Cangis

The Cangis adalah urband legend, bagi saya band terbaik di Medan itu yah The Cangis. Saya sudah mengikuti band ini sejak SMA, sampai sekarang, setiap mereka tampil, saya tidak perduli meskipun saya yang paling tua diantara crowd, saya pasti maju untuk joget bersama menikmati irama garage rock revival yang dimainkan oleh The Cangis. Tidak ada satu lagu pun yang saya hafal liriknya, sangat disayangkan sampai sekarang band yang penuh dengan cerita dan kontroversi ini belum merilis karya, baik itu EP ataupun album, tapi rasanya raga ini sudah begitu hafal dengan semua lagu yang mereka mainkan.

Tahun ini, gig mereka yang paling berkesan itu ada di event British Nite, pol dan puas sekali rasanya malam itu. Selain itu yang cukup berkesan juga saat mereka jadi bintang tamu di pensi SMA saya dulu, bukan penampilan mereka yang memuaskan (sore itu mereka tidak dalam formasi terbaik), melainkan omongan Stanley diatas panggung lah yang menjadikan momen itu berkesan. Stanley ini memang dikenal bandal, dan provokatif saat di panggung, dan sore itu ucapannya akan selalu saya ingat. "Tidak perlu sekolah yang bagus-bagus kalo di Medan ini, yang penting itu deking."


7. Toro Y Moi (Laneway Festival)

Chaz Bundwick hanya mengenakan kaos oblong berwarna merah marun malam itu, terlihat begitu cuek dibanding performer yang lain. Meski sudah merubah haluan musiknya dari chillwave, namun nuansa chill sepertinya tidak akan hilang dari Toro Y Moi. Malam itu, Chaz bersama band pengiringnya menghadirkan suasana chill ke dalam festival, lagu yang dimainkan sih banyak yang diambil dari album kedua mereka yang funky itu. Makanya, rasanya pas menempatkan Toro Y Moi tampil disaat badan sudah mulai terasa  letih, karena lagu-lagu yang dimainkan oleh Toro Y Moi tidak akan membuat kita jejingkrakan, namun meluluhkan, halah, pokoknya santai lah, haha.

6. White Shoes & The Couples Company (Urbanscapes Festival)

Rasanya tidak ada raut wajah muram yang terpancar dari wajah penonton saat melihat aksi panggung kolektif pop asal Jakarta ini. Hampir semuanya sumringah, antusias yang disimpan saat para penonton (termasuk saya) menunggu penampilan wsatcc rasanya lepas begitu lagu pertama dimainkan. Kami menyanyi bersama, berdansa bersama, bercanda bersama, hangat dan apa yah..., pokoknya wsatcc kali lah, haha. 


5. Yuna (Urbanscapes Festival)

Menonton Yuna langsung itu rasanya mungkin separti kekasih yang pacaran jarak jauh, kemudian ketemuan dan saling melepas rasa rindu. Untuk penampilan Yuna sendiri, saya hanya akan menyalin dari tulisan saya sebelumnya, maaf yah, hehe.

"Terus terang saya cukup mengantisipasi penampilan Yuna, dua albumnya cukup tekun saya dengarkan, dan bisa dibilang Yuna berhasil mencuri perhatian saya. Tembangnya yang manis namun tidak cheesy, serta komposisi musiknya yang keren serta classy, menjadi poin plus. Oh ya, saya juga suka lirik melayu nya, unik dan agak lucu di telinga, hehe.

Yuna menampilkan berbagai hits yang sudah saya hafal, dan favorit saya "Decorate", sukses membuat saya sing-along dengan syahdu. Yuna tampil dengan atraktif, ramah dan kaya komunikasi, beberapa kali dia terlihat mendukung dan memotivasi skena musik Malaysia untuk terus maju. Yuna juga suka bercerita makna dibalik lagu yang dibawakannya, dan saya baru tahu ternyata lagu "Decorate" bercerita tentang orang yang telah tiada, pantesan sedih betul lagunya."


4. Laura Marling (Laneway Festival)

Membius. Sosok wanita berambut pirang dengan gitar akustik, tiba-tiba berdiri di tengah panggung. Tidak ada basa-basi dan interaski dengan penonton, Laura Marling kemudian memainkan lagu demi lagu. Dingin, dan sangat tenang, sesekali ia merotasi gitarnya. Rasanya persis seperti di film yang menggunakan latar musik folk untuk menampilkan adegan dimana kepingan-kepingan memori dan kesunyian dimunculkan.
Saya cuma bisa terdiam, sesak rasanya menahan getir.

3. Sigur Ros (Urbanscapes Festival)

Ingin rasanya saya sujud syukur ketika konser berakhir.
Khusus tentang Sigur Ros, silahkan baca di tulisan saya sebelumnya.











2. M83 (Laneway Festival)

Bisa dibilang, tahun 2011 itu adalah milik Hurry Up, We're Dreaming. Hampir semua media musik memuja double album ini. Karena itu, terima kasih sebesar-besarnya untuk tim Laneway Festival yang telah memilih M83 sebagai salah satu performer.
Nyatanya, M83 itu memang dahsyat kali, di atas panggung mereka sangat atraktif, lasak, kadang main gitar, kadang main synth, sambil nyanyi teriak-teriak dan keliling sambil jingkrak-jingkrak. Penonton diajak koor massal, tepuk tangan massal, joget massal, ganas kali lah pokoknya M83. Belum lagi tata cahaya yang ditampilkan khusus untuk M83 benar-benar dahsyat, mungkin karena diplot sebagai performer terakhir yah.
Intinya, Laneway Festival 2012 ditutup dengan sangat epic oleh M83.

Kalau saja di perjalanan pulang dari konser ini, smartphone saya tidak hilang... Ah, sudahlah...



1. Girls (Laneway Festival)

Saat ini Girls sudah bubar, menyisakan sang pujangga Christopher Owen yang memilih untuk bersolo karir.
Sangat disayangkan sih sebenarnya, mereka ini adalah salah satu band kesukaan saya di era indie rock kekinian, musik mereka tidak kaku, luas, dan indah. Sayang, pencapaian Girls hanya akan sebatas dua album dan satu EP.

Oke, jadi Girls tampil sore hari, cuaca tidak lagi terik, angin berhembus sepoi-sepoi dan sedikit gerimis terasa begitu menyejukkan.
Saya siap menyambut penampilan mereka.

Girls mengawali penampilan mereka sore itu dengan solo acoustic menyanyikan I Will Always Love You, tanpa diundang, penonton pun koor massal terutama di bagian reffrain.
Selebihnya, Girls membawakan lagu-lagu yang terdapat di diskografi mereka, rasanya girang bukan main. Favorit saya tentu saja Laura, dan Love Life. Terus istimewanya dimana yah? Haha, gak tahu kenapa, tapi bagi saya, yang paling berkesan dari Laneway Festival 2012 itu bagi saya pribadi adalah penampilan dari Girls.

Yah, sekian, akhirnya bisa juga nebus hutang menulis daftar akhir tahun. Semoga tahun depan saya bisa tetap datang ke festival musik, konser, dan gig yang menyenangkan.

Senin, 03 Desember 2012

Plesir Musik #2: Urbanscapes Festival

Kenapa Plesir Musik #2? Karena saya malas untuk menulis tentang Plesir Musik #1, dimana saya kehilangan smart phone saya dalam perjalanan pulang seusai konser, dan hal itu terus terang merusak memori saya terhadap kesan yang saya dapat dalam Laneway Festival 2012 yang lalu.

Okelah, let's quarantine the past, shall we? :P
Nah, dalam plesir musik kali ini, saya memilih Urbanscapes Festival 2012 sebagai destinasi, alasannya tentu saja karena bintang tamunya Yuna dan Sigur Ros, penampil lain hanyalah bonus, dan saya juga cukup penasaran sih dengan skena musik Malaysia, maka diputuskanlah untuk melakukan plesir musik edisi kedua. :D

Tiket pesawat pun sudah dibeli jauh-jauh hari, saya juga mulai tekun mendengarkan koleksi mp3 Yuna dan Sigur Ros, sekarang tinggal menunggu pengumuman kapan tiket konsernya akan dirilis.

Tanpa disangka, menjelang hari-H saya malah mendapat hadiah berupa tiket pesawat PP untuk penerbangan Medan - Singapura. Sontak, saya bingung dan mendadak segera membeli tiket pre-sale Laneway Festival 2013. -_-

Sempat terbersit pikiran untuk menghanguskan saja tiket pesawat PP yang sudah saya beli untuk Urbanscapes Festival, karena tabungan yang menipis dan rasa antusias yang menurun drastis.

Singkat cerita, akhirnya saya memutuskan untuk tetap berangkat dan menunaikan plesir musik #2 ini. Agar tabungan tidak terlalu menipis, saya benar-benar membatasi diri untuk benar-benar teliti dalam hal pengeluaran, hehe, sudah terbiasa sih sebenarnya jadi santai aja. Syukur, segala sesuatunya sesuai seperti yang direncanakan. (kira-kira 1.5 juta rupiah saya habiskan untuk plesir musik #2 ini)


Baiklah, langsung saja yah, sudah gatal soalnya ingin menceritakan tentang kesan saya terhadap Urbanscapes Festival 2012 ini.

Hari Pertama:

Saya tidak mengerti kenapa banyak teman-teman saya yang tidak tertarik untuk datang di hari pertama, hal ini sempat membuat saya jadi urung datang karena rencananya kan saya nebeng, hehe.
Yah, akhirnya setelah saya bujuk akhirnya ada juga seorang teman yang mau menemani saya untuk datang di hari pertama. (terima kasih Alvi)

Kami berangkat menggunakan transportasi umum, berbekal informasi dan instruksi yang kami dapat dari penjual tiket, (oh ya, kami beruntung bisa membeli tiket dari seseorang yang mendapat tiket dari kuis yang dimenangkannya dengan harga miring, 150 RM, bahkan lebih murah dibanding harga pre-sale) kami pun memberanikan diri untuk pergi berdua.

Bis, kereta api, jalan kaki, dan sampailah kami di lokasi acara.

Padang Astaka itu mirip seperti Lapangan Benteng sih, lapangan rumput terbuka, lokasi di tengah kota, dikelilingi hotel, dan susah parkir.

Kami tiba sekitar pukul 8 malam, karena dari awal memang hanya berencana untuk menonton Yuna.
Waktu senggang sebelum penampilan Yuna kami manfaatkan untuk berkeliling, di panggung utama ada band screamo/post-hardcore Malaysia yang sedang tampil, tidak terlalu tertarik, kami pun akhirnya berhenti di The Next Stage (panggung kecil yang menjadi favorit saya karena nuansa intim, alias tanpa batas antara penampil dan penonton yang begitu terasa membuat saya betah di panggung ini)

Kami menonton Tenderfist, kolektif electro-pop yang sedikit mengingatkan akan The Radio Dept.
Konon, band asal Malaysia ini ikut serta bersama rombongan The Trees and The Wild dalam rangkaian tur Eropa mereka kemarin. Awalnya sih seru, tapi setelah 3 lagu, kami memutuskan untuk keluar dari kerumunan penonton karena merasakan hal yang sama, bosan.

Kami pun pindah ke Volkswagen Stage, panggung utama, terlihat visual di backdrop panggung dengan tulisan Yuna telah menyala. Saya segera merapat ke depan, syukur bisa berdiri di barisan pertama kerumunan penonton, meskipun agak terlalu di pinggir.

Terus terang saya cukup mengantisipasi penampilan Yuna, dua albumnya cukup tekun saya dengarkan, dan bisa dibilang Yuna berhasil mencuri perhatian saya. Tembangnya yang manis namun tidak cheesy, serta komposisi musiknya yang keren serta classy, menjadi poin plus. Oh ya, saya juga suka lirik melayu nya, unik dan agak lucu di telinga, hehe.


Yuna menampilkan berbagai hits yang sudah saya hafal, dan favorit saya "Decorate", sukses membuat saya sing-along dengan syahdu. Yuna tampil dengan atraktif, ramah dan kaya komunikasi, beberapa kali dia terlihat mendukung dan memotivasi skena musik Malaysia untuk terus maju. Yuna juga suka bercerita makna dibalik lagu yang dibawakannya, dan saya baru tahu ternyata lagu "Decorate" bercerita tentang orang yang telah tiada, pantesan sedih betul lagunya.

Dengan pertimbangan bahwa transportasi umum akan sulit didapatkan apabila sudah larut, akhirnya saya menurut saja ketika teman saya meminta untuk segera pulang. Sial, pada akhirnya kami terpaksa naik taksi juga karena ternyata stasiun kereta api sudah tutup.



Hari Kedua:

Hari yang ditunggu akhirnya tiba, kali ini rombongan cukup ramai, perlu 2 mobil (akhirnya bisa nebeng) untuk menampung rombongan teman-teman yang berangkat dari Cyberjaya.

Kali ini saya berangkat lebih pagi, karena nebeng jadi harus siap menuruti apa saja keinginan rombongan yang lain. Sebenarnya sih gak masalah, soalnya saya juga ingin melihat-lihat berbagai konten yang terdapat di dalam Urbanscapes Festival ini.

























Cuaca mendung, dan kondisi lapangan masih becek berlumpur, agak malas untuk banyak bergerak, tapi karena rame, jadi suasana lebih asyik. Banyak juga konten menarik yang tidak terlihat saat datang semalam, terutama dan tentu saja adalah pemandangan cewek-ceweknya.

Selayaknya sebuah festival, tentu saja banyak stan makanan yang disediakan (dengan harga jual yang mahal) tentunya. Saya yang dalam keadaan berhemat, terpaksa menunggu hingga konser usai baru bisa meredakan rasa nyeri akibat menahan lapar.

Untuk mengalihkan rasa lapar, saya pun mengunjungi The Next Stage, ada duo maut Circles Of Sound yang sedang tampil, satu sitar dan satu drum, aksi instrumental mereka cukup menarik perhatian dan mendapat banyak tepuk tangan dari penonton.

Kelar aksi Circles Of Sound, saya menyusul rombongan yang sudah ngetem di depan panggung demi menanti penampilan dari kolektif kebanggan asal Bekasi, The Trees  and The Wild.


Well, ini adalah pengalaman pertama saya menonton band ini, dan terus terang agak sedikit kecewa karena mereka hanya memainkan satu buah lagu saja dari album Rasuk. Sebagian besar materi baru, dan itu pun mengalami perubahan yang signifikan, tidak ada pop nya sama sekali. Materi mereka menjadi semakin berat, capek untuk didengarkan, komposisi musik yang ditawarkan cenderung ke arah post-rock dengan sedikit tambahan traditional folk. Saya tidak tahu, apa penggemar lama mereka siap menerima perubahan tersebut. Seorang teman berceletuk dengan nada kecewa, "Udah capek-capek nonton, tapi nyanyinya dikit."

Memang, dalam materi baru yang dimainkan, Remy sangat sedikit bernyanyi, dia lebih sering berteriak dan hanyut dalam emosi yang dicurahkannya. Tapi, saya sangat suka dengan aksi Charita, menurut saya cengkok vokal dia unik, dan terasa pas.

Siang pun berganti malam, saya sudah kembali lagi ke The Next Stage untuk menyaksikan penampilan dari kolektif asal Jakarta, White Shoes and The Couples Company.

Ada sedikit kejadian tidak mengenakkan disini, miskomunikasi yang menyebabkan gangguan terhadap jadwal acara. Sempat kesal juga para personil wsatcc yang sudah siap dengan instrumen masing-masing, serta penonton yang sudah berkumpul harus menunggu aksi Sheila Madjid di panggung utama yang seperti menganggap bahwa festival ini adalah konser tunggalnya.

Yah, masih bisa dimaafkan sih, terlebih aksi wsatcc malam itu sangat menghibur, mood saya pun kembali prima. Selain tembang-tembang yang sudah familiar di telinga saya, wsatcc juga memainkan beberapa materi yang baru saya dengar, salah satunya adalah lagu daerah Sunda yang digubah dengan aransemen surf yang sangat keren. Terlihat nona Sari juga lebih kurus dan makin atraktif, malam itu dia begitu semangat menampilkan kebolehannya menari, sungguh mempesona.

Dan, seperti biasa, penampilan wsatcc malam itu ditutup dengan cat action. 

Puas dengan aksi wsatcc, kini tiba saatnya menyantap sajian utama dari festival ini. Yah, Sigur Ros sudah bersiap di panggung utama. Sulit sih untuk mendeskripsikan dengan kata-kata pengalaman menonton penampilan Sigur Ros secara langsung. Mereka tampil tanpa cela, mulai dari kostum, tata cahaya, visual, soundsystem, dan set list yang ramah, meski baru merilis album baru, tapi materi-materi terbaik mereka dari album-album lama cukup banyak dimainkan. Tiap personil bermain dengan sangat disiplin, belum lagi orkestrasi yang disuguhkan untuk mendukung komposisi musik mereka. Sangat berkelas.

Sigur Ros membuka penampilan mereka dengan lagu I Gaer, hentakan drumnya sempat membuat saya kaget, karena terdengar begitu keras, seakan bunyi sebuah ledakan.
Vokal Jonsi pun kemudian masuk mengiringi komposisi musik yang dimainkan, begitu indah, begitu membius, tatapan mata saya sesaat terpaku pada sosok Jonsi.

Usai lagu pertama, penonton langsung bergemuruh, perasaaan campur aduk membuncah karena siapa yang menyangka bisa menonton Sigur Ros langsung. Lagu berikutnya yang dipilih oleh Sigur Ros untuk dimainkan adalah Glosoli, sontak saya langsung menjerit kegirangan, jujur saja, tidak begitu banyak lagu Sigur Ros yang saya hafal, dan saya sangat bersyukur malam itu Sigur Ros banyak memainkan hits mereka.

Lagu ketiga, Svefn-g-englar semakin menaikkan tensi penonton, puncaknya adalah ketika tiba di bagian reffrain yang mengundang koor massal. Teriakan "Ciuuuu..., Ciuuuu... Ciuuu..." dari para penonton malam itu juara! Di penghujung lagu, Jonsi meneriakkan "Ciuuuu..." tersebut tidak ke arah mic, melainkan ke arah pickup gitarnya, saya tidak tahu bagaimana harus menggambarkan seperti apa suara yang dihasilkannnya, pokoknya keren kali lah.

Lagu berikutnya adalah Saeglopur, yang langsung dilanjutkan dengan Hoppipola, dua lagu yang dimulai dengan permainan piano ini tentu sudah sangat familiar di telinga para pecinta Sigur Ros, saya yang tadi sudah sampai di puncak terpaksa harus menyimpan energi dan sedikit merilekskan diri, tetap menikmati, tapi kadar histerisnya sedikit dikurangi, hehe, soalnya ada satu lagu yang saya tunggu-tunggu.

Dua lagu berikutnya, Meo Bloonasir, dan Olsen Olsen dimainkan, saya tidak begitu hafal dua lagu ini, jadi yah lewat gitu aja, hehe, tapi saya ingat kalau tidak salah ada permainan flute diantara dua lagu ini, keren.

Lagu yang saya tunggu-tunggu akhirnya dimainkan, Festival, bagi yang tahu lagu ini, tentu mengerti mengapa lagu ini sangat saya nanti. Ada bagian yang sangat orgasmik di lagu ini, di penghujung lagu, senar drum dipukul dengan brutal, dan malam itu, saya seperti orang gila memainkan air drum di tengah kerumunan penonton. Puas!

Saya sendiri merasa sudah selesai dengan konser ini, lagu-lagu berikutnya yang dimainkan sampai di ujung konser sendiri tidak begitu familiar bagi saya. Momen menarik yang saya ingat adalah, ketika Sigur Ros berhenti bermain sesaat dan merayakan ulang tahun salah satu personil orkestrasi mereka, mereka pun beramai-ramai menyanyikan lagu selamat ulang tahun dalam bahasa Islandia, so sweet. :)

Konser ini disinyalir merupakan penampilan terakhir Sigur Ros untuk tahun 2012, jadi karena merasa ingin menampilkan sesuatu yang spesial, mereka memainkan sebuah lagu baru yang belum direkam, agak kaget sih mendengar komposisinya, soalnya ada campuran electronic music gitu, sedikit dubstep malahan.

Luar biasa, sungguh menakjubkan. Sigur Ros bukan sekedar band, mereka tentu saja lebih daripada itu. Banyak yang berpelukan, menangis, dan terpekur lemas usai menyaksikan penampilan Sigur Ros, saya sendiri masih merasakan magis dan benar-benar bersyukur bisa berkesempatan hadir di Urbanscapes Festival 2012 ini.

Malam itu ditutup dengan pesta kembang api yang meriah, saya dan rombongan pun pulang, meski raut wajah terlihat sangat lelah, tapi tidak satupun yang bisa menyembunyikan perasaan bahagia karena baru saja menonton penampilan Sigur Ros langsung.

Tabik.






Bermalam di Cyberjaya

LCCT - Salak Tinggi - Putrajaya - Cyberjaya

Empat keyword di atas terus saya ingat selama di perjalanan, maklum, ini adalah kali pertama saya harus menggunakan transportasi umum langsung setibanya saya di bandara LCCT, untuk menuju ke rumah teman saya di daerah Cyberjaya.

Perjalanan ke Malaysia sendiri ini adalah kali kedua, sebelumnya sih saya langsung dijemput di bandara, jadi tidak terlalu cemas lah, cukup membeli kartu perdana saja sudah aman.

Nah, berbekal informasi dan instruksi yang saya peroleh dan saya hafal (bahkan sampai dicatat di dalam notes handphone), dan do'a agar tidak tersasar, akhirnya saya berhasil sampai tujuan dengan selamat.

Kemungkinan besar, bagi yang sudah pernah ke Malaysia, terutama dengan tujuan berwisata, maka bisa dipastikan kalau Cyberjaya bukanlah kota yang masuk dalam daftar lokasi yang perlu dikunjungi, karena dari beberapa catatan perjalanan yang saya baca, kota ini nyaris tidak pernah disebut, jadi sudah tergambar kan betapa tidak menariknya kota ini?

Tapi, entah kenapa, saya cukup menikmati kota ini, padahal sebagian besar waktu yang saya habiskan adalah bermain game, menikmati koneksi internet yang ngebut, mendengarkan koleksi piringan hitam di dalam kamar teman saya dan sesekali keluar untuk makan ke rumah makan yang itu-itu saja.

Rangkaian kegiatan statis dan lokasi yang terisolasi tersebut membuat mereka (sebagian besar teman-teman asal Indonesia yang tinggal di Cyberjaya, sedang menempuh jenjang pendidikan di Multimedia University, dan Limkokwing University) yang tinggal di Cyberjaya jadi memiliki satu derita yang sama sehingga terlihat begitu membutuhkan satu sama lain untuk membunuh rasa bosan. Mungkin itu sebabnya mereka jadi lebih solider dan kolektif.

Bagi yang suka berlibur dengan suasana kota dan kehidupan urban, maka Cyberjaya jelas bukan pilihan yang tepat, tapi bagi saya yang terbiasa dengan suasana dan kehidupan suburban, maka kota ini sama nyamannya dengan rumah sendiri.

Home sweet home,
There is no place like home,
(thats what they said)

But, how about homey? Right, Cyberyjaya is pretty homey for me. :D