Jumat, 04 Oktober 2013

Review: Mesakke Bangsaku



Entah kenapa, hampir setiap kali komunitas Stand Up Indo Medan akan menggelar sebuah special, cuaca selalu hujan. Saya melewatkan kesempatan menonton special dari Ryan (Take A Closer Look) dan Pandji (Merdeka Dalam Bercanda) karena faktor tersebut. Yah, sebenarnya tidak bisa dibenarkan jadi alasan juga sih. Makanya, ketika kesempatan untuk menonton special Pandji yang kali ini bertajuk Mesakku Bangsaku, saya sudah bersiap untuk menghadapi situasi dimana hujan turun di hari H.

Sesuai dugaan, malam itu angin berhembus cukup kencang, pertanda akan turun hujan jelas terlihat. Karena tidak ingin mengulangi kejadian yang sama, saya pin memilih untuk bergegas dan berangkat ke venue lebih cepat. Syukur, gerimis hujan baru turun saat saya sudah tiba di venue. :D

Karena tiba cukup awal, saya terpaksa menunggu karena jadwal open gate masih cukup lama. Yaudalah, kesempatan menunggu tersebut saya manfaatkan untuk bertegur sapa dengan kawan-kawan yang juga sudah hadir di venue. Saya juga sempat mengobrol dengan tim dari manajemen Pandji yang bertugas menjaga lapak merchandise. Dari obrolan tersebut saya juga tahu kalau dalam rangkaian tur-nya, Pandji selalu membawa tim, baik itu crew dan manajemen, dengan maksimal berjumlah 4-5 orang. Gara-gara itu saya jadi memperhatikan kinerja mereka, satu orang menjaga lapak merchandise, satu orang mengambil foto untuk dokumentasi, dan sisanya sebagai manajer, masing-masing mengerjakan tugasnya sendiri, tidak ada yang menumpuk, tim yang efektif.

Oke, akhirnya jadwal open gate sudah tiba, para penonton yang sudah hadir kini mengikuti instruksi dari panitia untuk membentuk antrian.




















Raz plaza yang dipilih sebagai venue kali ini memiliki kapasitas yang cukup besar, kalau tidak salah, malam itu pantitia menyediakan sekitar 600 kursi, meski akhirnya hanya terisi setengahnya, kurang lebih 270 orang yang membeli tiket, namun, antusias penonton yang riuh seakan-akan membuat ruangan terasa penuh.

Saya mengambil posisi duduk di belakang, rasanya malas aja sih duduk di depan. Tapi, keputusan saya ternyata tepat, penonton yang duduk di depan habis jadi korban riffing Pandji. Ganas! Belum pernah saya melihat comic melakukan riffing seganas itu, saya yakin pengalaman menjadi korban riffing Pandji tidak akan terlupakan bagi si korban.

Oke, malam itu Rachmadi didaulat menjadi MC, sambil menunggu comic pertama naik ke panggung, Rachmadi beberapa kali melemparkan jokes. Tanpa harus menunggu lama, akhirnya Gita naik ke atas panggung. Sudah lama juga saya tidak menyaksikan penampilan comic wanita satu-satunya di Medan ini.

Malam itu, Gita sukses menuai tawa dari penonton, meskipun hampir semua bit-nya sudah pernah saya dengar, namun penampilan Gita tetap saja menghibur. Meskipun saya sudah tahu punchline-nya seperti apa, tetap saja saya terpingkal-pingkal menyaksikan act out Gita yang memang cukup gila. Saya melihat Gita semakin rapi dalam menyusun set-nya, bit yang dilemparkannya juga lebih padat, jarak antara set up dan punchline tidak lagi melebar kesana kemari seperti sebelumnya. 


















Bene, pemuda asli Tebing Tinggi yang sedang merantau di Jogja tampil sebagai comic berikutnya. Penampilan Bene malam itu benar-benar di luar espektasi saya. Malam itu Bene sukses membuat saya terpingkal-pingkal, penampilan Bene malam itu sangat prima, dan solid, tidak terlihat rasa gugup sedikitpun meski saya lihat rombongan keluarga Bene datang untuk menyaksikannya. Terbukti dari beberapa bit-nya yang menjadikan keluarganya sebagai bahan.

Secara teknis, Bene juga cukup komplit, mulai dari set up - punchline yang sederhana, rule of three, hingga callback, semua disajikan sesuai dengan porsi, mungkin hanya act out yang kurang mendapat porsi di dalam bit-bit yang disampaikan Bene malam itu. 

Bit kesukaan saya dari set Bene malam itu adalah "Ketimpangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa", bit tersebut dimulai dengan sajian data/statistik tentang persentasi jumlah pergerakan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa, nah, sebagai punchline, Bene mengambil mati listrik sebagai ilustrasi yang menggambarkan ketimpangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa, kebetulan saat ini di Medan sedang heboh pemadaman listrik bergilir. Secara jeli, Bene mampu mengemas bit yang dimulai dengan set up yang lumayan berat dan punchline yang sederhana dan dekat dengan penonton.



















Oke, comic berikutnya adalah artis multitalenta yang sering narsis dan menganggap dirinya Chaning Tatum akhirnya naik ke panggung, siapa lagi kalau bukan Pandji Pragiwaksono.

Entah karena ini kali pertama saya menyaksikan special dari Pandji, tapi yang jelas malam itu saya benar-benar lelah untuk tertawa! Serius, saya sampai harus menahan rasa haus karena tenggorokan rasanya kering karena terus-menerus tertawa selama 1 jam lebih. Well, walaupun Pandji juga sempat dragging, tapi dia paham betul ketika mulai terasa dragging, maka saatnya untuk meriffing penonton.

Dan seperti yang sudah saya tulis di atas, riffing level yang dilakukan Pandji benar-benar ganas, jangan sampai lah kalian menjadi korban riffing-nya.

Bagaimana dengan bit yang dilemparkan Pandji di dalam special Mesakku Bangsaku malam itu?
Luar biasa. Sesuai dengan tajuk Mesakku Bangsaku yang berarti Kasihannya Bangsaku, Pandji mengajak kita untuk lebih peka terhadap hak-hak minoritas, mulai dari kalangan difabel, gay, yang selama ini luput dari perhatian kita. Tema sosial-kritis yang mengingatkan saya dengan George Carlin, dimana penonton diberi suatu kesadaran terhadap satu isu tertentu, namun tidak dipaksa untuk harus setuju dengan pendapat orang tersebut.

Ada juga bit yang cukup ringan, seperti "Bagaimana Cara Memikat Wanita", "Gamila", "Dipo", "Ngorok", "Toak Mesjid" dan sebagainya. Tentu saja bit demi bit yang dilemparkan Pandji malam itu selalu diakhiri dengan punchline yang brilian. Salah satu yang paling saya suka adalah teknik impersonation yang dimiliki oleh Pandji, mirip kali dan lucu kali lah!

Cara Pandji mengatur set-nya agar bisa dinikmati selama 1 jam lebih juga cukup menarik, saya sendiri merasakan pergerakan grafik tawa saya dari awal yang biasa saja, kemudian naik, naik, dan terus naik, hingga sampai di klimaks, dan akhirnya secara perlahan menurun.
Sama seperti comic kesukaan saya, Louis CK, malam itu Pandji mengakhiri set-nya dengan bit tentang anaknya, Dipo.




















Sayang, malam yang penuh tawa tadi sedikit ternodai ketika saya membaca berita kekalahan Manchester United di kandang sendiri, rasanya tajuk Mesakke Bangsaku cocok juga disandingkan dengan tim favorit saya menjadi Mesakke Manchester Unitedku.

Terakhir, terimakasih untuk smartfren dan komunitas Stand Up Indo 061 Medan yang sudah menyelengarakan event ini. Viva la komtung!

Credit Photo by: @siLoLox